Jumat, 20 Mei 2011

Tayangan Kekerasan di Televisi dan Dampaknya pada Anak

Nama    : Ywardhana Septiani Bulo
NIM       : 01092270
Pendidikan Kristiani untuk Anak

Tayangan Kekerasan di Televisi dan Dampaknya pada Anak
Gunarsa Singgih

Ternyata Televisi atau TV telah menjadi bagian integral dalam kehidupan setiap orang, baik yang hidup di kota maupun di desa. Hal ini terbukti jelas setelah dilakukannya survei oleh Huston pada tahun 1992 di Amerika dan Eropa, ternyata hasilnya sangat mencegangkan, dimana ternyata kebanyakan anak dan orang dewasa menghabiskan waktu mereka di depan TV daripada menghabiskan waktu mereka dengan kegiatan lain keculi tidur. Keadaan ini sepertinya telah mengkonstruksikan akan keadaan negara kita, Indonesia saat ini karena kemajuan alat-alat teknologi. TV telah menjadi bagian esensial dari kehidupan masyarakat kita dan sangat mempengaruhi hidup seluruh anggota masyarakat. Biasanya TV memiliki program-program yang dapat dengan cepat mempengaruhi para penonton terkhusus pada cara berfikir, gaya hidup dan pola tingkah mereka. Sejak tahun 1970 di Eropa dan Amerika televisi telah menjadi bagian hidup rakyatnya dan hal ini terus diperbincangkan oleh para ahli, orang tua, pendidik, psikolog, dan sosiolog. Hasil penelitian mengatakan bahwa TV sangat memberikan pengaruh yang besar kepada emosi, kognisi, dan imajinasi para pemirsanya terlebih TV ternyata sangat mengambil peran dalam pembentukan kebudayaan. Para peneliti sosiologis Aries, Postman dan Meyrowitz di Eropa mengungkapkan bahwa masa kanak-kanak adalah masa penting dalam pembentukan mentalitas dan kebudayaan seorang individu. TV sangat mengambil peran dalam hal ini, TV membentuk pola berfikir yang baru bagi anak dan mempengaruhi perilaku mereka. TV juga menciptakan stereotip- stereotip rasial, seksual maupun stereotip lainnya melalui program dan iklannya. Para orang tua dan pendidik harus menyadari pengaruh TV kepada anak bagaimana para orang tua menambil peran dalam membimbing anak dalam menghadapi program TV. Program yang ditayangkan dalam TV sebagian besar mengandung tayangan kekerasan secara langsung atau secara terselubung. Kekeraan yang ditayangkan dalam TV ini dapat menimbulkan perilaku agresif pada anak khususnya remaja. Banyak penelitian membuktikan bahwa tayangan kekerasan ini sangat mempengaruhi kehidupan anak-anak dan remaja, seperti halnya anak tidak memiliki kepekaan pada penderitaan orang lain Dr. George dari School of Communications, Univ. Pennsylvania (1996) bahwa penayangan yang teratur dan berjangka panjang tindak kekerasan memperparah perasaan, ketergantungan, dan ketidakpekaan terhadap anak. Sehingga tidak wajar bila seorang anak biasa melakukan tindakan kekerasan kepada temannya. Yang kedua meningkatkan rasa tidak aman, penelitian dilakukan kembali oleh George di Amerika dan menyatakan bahwa tayangan film untuk anak yang berisikan 20 aksi kekerasan dan anak yang menyaksikan tayangan yang berisikan akan kekerasan akan berpendapat bahwa ternyata dunia ini tidak dapat memberikan rasa aman dan nyaman dan dunia ini merupakan tempat persaingan, jika kita ingin bertahan maka kita harus menyingkirkan orang lain. Yang terakhir ialah anak biasanya berperilaku kasar dan agresif setelah menonton tayangan kekerasan di TV. Leonard dkk dari Univ. Illinois mengungkapkan bahwa anak setelah menonton tayangan kekerasan akan lebih memperlihatkan perilaku agresif kepada teman-temannya di sekolah.
                Memang sulit dipungkiri bahwa tayangan kekerasan sangat dominan dalam program di TV. Pemimpin industri pun tetap menayangkan acara-acara ini karena mereka menduga bahwa penonton lebih tertarik menonton tayangan kekerasan dalam TV dan tayangan kekerasan ini sepertinya dapat memeberikan sensasi emosi bagi para penontonnya. Namun menurut beberapa penelitian bahwa tayangan kekerasan memproduksi dalam diri para penonton suasana hati yang tidak nyaman sehingga memudahkan mereka untuk cepat marah. Hal ini bila terjadi pada anak sangat berbahaya, karena anak bisanya masih sangat sulit membedakan antara adegan khayal dan adegan sesungguhnya. Berikut eberapa teori yang dapat memberikan peahaman akan apa yang terjadi dalam diri anak saat mereka menyaksikan tayangan kekerasan:
·         Teori Modeling Banduraà menurut Albert Bandura, proses belajar terjadi melalui peniruan terhadap perilaku orang lain yang dilihat oleh anak. Anak akan melihat perilaku orang dan menirunya. Bandura melakukan beberapa penelitian yang memberikah kesimpulan bahwa hanya melaui “melihat” anak dapat belajar perilaku yang nantinya akan ditiru oleh mereka. Setelah melihat, biasanya anak tidak langsung memberikan respon, namun anak menyimpannya dalam bentuk kognitifnya. Dan ketika anak menghadapi sebuah situasi yang sama dengan yang pernah dilihatnya dan tersimpan dalam kognitifnya, maka secara spontan apa yang telah terekam dalam kognitinya inilah yang akan menentukan perilakunya. Bisanya anak melihat aksi kekerasan di TV, film-film dan play station. Semua hal inilah yang akan memberikan pengaruh yang positif dan negatif bagi anak. Menurut teori belajar sosial, perilaku anak-anak diperoleh melalui pengamatan yang turut serta membentuk kepribadiannya.
·         Teori Ekologià Albert Bandura dan Urie Bronfenbreener, mengatakan bahwa lingkungan sosiokultural sangat mempengangaruhi perkembangan seseorang yang dibagi dalam lima sistem lingkungan. 1]Mikrosistem, setting dimana individu tersebut hidup yang konteksnya ialah keluarga, sekolah dan teman-teman. Mikrosistem sangat mengambil peran dalam pebentukan kepribadian seseorang karena disinilah seseorang menyerap nilai-nilai dalam berperilaku. Mesosistem dimana anak dan hubungannya dengankeluarga, pengalaman sekolah, pengalaman keagamaan dan teman-temannya. Eksosistem, yang menyangkut masalah pengalaman individu dalam kehidupan sosial namun indibidu tidak memiliki peranan aktif. Makrosistem, hal ini berhubungan akan keadaan budaya seseorang. Budaya dapat meberikan penaruh yang besar kepada seorang anak. Kronosistem, pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan serta keadaan sosio-historis. Ekologi, Bronfenbreener mengungkapkan bahwa lingkungan sangat berperan dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian seorang anak seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, bahkan berbagai tayangan kekerasan yang ada dalam TV, film play station dan sebagainya juga dapat memberi pengaruh besar dalam perkembagan kepribadian anak.
·         Teori Psikoanalisisà Sigmund Freud sangat menekankan pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian seseorang. Anak dalam pertumbuhannya akan melakukan proses identifikasi, anak mengambil alih tindakan orang lain yang nantinya akan menjadi bagian dalam kepribadiannya sendiri. Anak mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya atau tokoh lain yang lebih signifikan. Identifikasi tidak sama dengan meniru (imitasi), meniru sifatnya sementara sedangkan identifikasi berlangsung secara tidak langsung dan bersifat permanen pada kepribadian anak.
Dari ketiga teori inilah maka ditarik kesimpulan bahwa, tayangan kekerasan dapat memberi dampak negatif pada anak kerena sifat anak cenderung meniru perilaku orang lain dan bila anak terlalu banyak mengobservasi tindakan kekerasan dalam TV maka akan ada pengaruh negatif yang akan berdampak pada kepribadian sang anak. Dari sinilah orang tua dan para pendamping anak mengambil peranan penting, kita harus memberika pengaruh yang lebih positif agar anak dapat menerima hal yang positif untuk anak terapkan dalam kehidupannya.
Dan bagaimana orang tua, guru dan pendidik dalam menangasi sikap ini? orang musti menjadi model yang baik bagi anak, karena lingkungan pertama anak yang paling cepat ditiru ialah orang tau dan keluarga. Bagaimana keluarga hadir memberikan kehangatan bagi anak belajar menghargai anak. Mungkin orang tua dapat menjadi model bagi anak lewat cara berbicara, menghormati orang lain, kebaikan hati, bagaimana menghargai orang lain dan penuh dengan cinta kasih. Seharusnya orang tua juga memberikan batasan-batasan saat anak menonton TV. Dan saat anak menonton TV ada baiknya orang ikut mendampingi. Orang tua dapat mengajak anak menonton tayangan yang mengarah kepada pendidikan. Setelah menonton oran tua bisa mengajak anak untuk brrdiskusi bersama. Guru dan para pendidik juga memiliki peran yang tak kalah penting, guru dapat menggunakan beberapa program di TV dalam proses mengajar, guru dapat membantu anak dalam menggunakan program TV secara bijaksana. Guru juga dapat mengajak anak berdialog bersama tentang acara TV dan guru mengecek tentang pemahaman dan apa yang anak peroleh setelah menonton TV.
Dalam bidang pendidikan guru dan para pendidik juga harus mengembangakan sikap kristis anak dalam menilai tayangan di TV. Karena berbagai tayangan di TV mengandung unsur kekerasan dapat mempengaruhi pemikiran, emosi dan imajinasi anak. Kita tidak dapat melarang stasiun TV tidak menayangakan program-program yang berisikan kekerasan, maka orang tua dan keluarga harus berperan dalam menemani anak memahami tayangan-tayangan yang ditonton oleh anak sehingga anak dapat mencerna lebih baik isi tayangan tersebut. 

God Bless :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar